Thursday, December 16, 2010

Di Ujung Lelapku

Penat setelah kegiatan sehari penuh mengantarku pada lelah yang terasa sungguh. Tapi aku ga pengen melewatkan waktu untuk berbincang bareng ayahbunda seperti yang sudah-sudah.

Jadi, aku sdikit memaksakan diri untuk tetap terjaga waktu ayahbunda bercengkerama di ruang keluarga.

TV menyala. Ayahbunda berbincang di sofa. Di hamparan karpet aku merebah.

Skian waktu aku lewati menonton acara di televisi yang berkali-kali aku ubah channelnya. Sesekali ikut masuk dalam perbincangan ayah dan bunda, hingga tiba saat kantukku mulai melanda.

Tubuhku melemah. Berat mata tak terkuasai.

Ketika mata rapat mengatup dan nafas mulai teratur berhembus; di ujung lelapku, aku menangkap perbincangan ayah dan bunda.

Di perbincangan itu, bunda berniat membangunkan aku untuk menyuruhku pindah dan melanjutkan tidur di kamar; sementara, - melihat 'lelap'ku - ayahanda melarang dengan alasan kasihan.

Aku yang waktu itu memang belum benar-benar terlelap membalik badan, menggeliat pelan mencoba 'melelapkan diri' dalam kepura-puraan. 
     Sebuah haru merayap; memaksa buliran air mata menggenang.

Detik waktu berselang.
Aku merasakan suara televisi yang melemah, ada sehelai selimut membungkus tubuhku dan suara kipas angin lembut menderu.
        : ayahbunda membiarkan aku tetap lelap dan menciptakan 'kenyamanan' untuk mengabadikan lelapku.

Saat itu, aku mencatat lagi bentuk kasih sayang ayahbunda - meski sederhana: dalam masing-masing pandangan dan cara beliau berdua.
Tangki cintaku terisi!

No comments:

Post a Comment