Monday, April 7, 2014

Ada Harga yang Harus Dibayar



Seorang ibu menceritakan keberuntungan anaknya.

"Menantu saya pengusaha. Usaha kecil-kecilan sih Mbak, tapi lumayan lancar usahanya. Tiap bulan, anak saya terima uang bulanan tujuh juta. Itu bersih lho Mbaaakk. Sudah kepotong semua keperluan rumah, gaji pembantu, supir dan uang sekolah anak-anak..."
Aku tersenyum sembari menimpali, "Alhamdulillah ya, Bu..."
"Iya. Saya dulu memang milih-milih Mbak kalau ada yang ndeketin anak saya. Jadi ibu memang mesti gitu. Saya harus mastiin anak saya bisa hidup enak!!" lanjutnya
Aku lagi-lagi menimpali dengan senyuman.
Selebihnya, aku harus menjadi pendengar setia ibu tersebut menceritakan keberuntungan anaknya dalam kisah-kisah -- yang kurang lebih intinya bisa-hidup-enak!

Lima tahun kemudian aku mendapati sebuah media cetak yang memuat berita kesuksesan sang menantu. Dalam media cetak tersebut, ada foto sang menantu dengan istrinya yang [oh My God] bukan putri dari sang ibu!!!

Animated EmoticonsHmmm???

"Manantu saya menikah lagi, Mbak. Tapi gapapa. Anak saya rela dimadu asal semua kebutuhan rumah tangga dan anak-anak terpenuhi. Lah ya terpaksa. Kalau anak saya nuntut cerai, hidupnya kan jadi susah?"
Kali ini aku tidak menimpali dengan senyuman. Aku cuma menahan nafas dan bergumam dalam hati,
"Seharga itu ya pengkhianatan bisa dibayar. Asal semua kebutuhan hidup terpenuhi, tidak masalah hati tersakiti"

DuhYa Tuhaann....

Thursday, April 3, 2014

Perlunya Ujian Hidup


Jangan terlalu bahagia jika Allah memberikan nikmatNya, sebab nikmat itu belum tentu kita dapatkan pula di surga.

Syukurilah saat Allah memberikan cobaan, sebab mungkin itu adalah sebuah ujian pelebur dosa.


Seandainya,... [sekali lagi, Seandainya...] semua manusia di muka bumi ini memahami makna dari kalimat di atas, pasti tidak ada orang yang sombong dan putus asa.

Namun, pada kenyataannya, sebagai manusia [yang saaangat memiliki begitu banyak kekurangan], kita mendadak lupa diri ketika memperoleh sebentuk nikmat. Yang semula kita khusyuk memohon pada Allah diberi segala kemudahan, rizki, kesehatan, pasangan yang baik, anak yang sholeh/sholehah bla bla bla,.... dan kemudian Allah mengabulkan salah satuuu saja permohonan kita, cling... kita amnesia. Kita lupa cara berdoa!
Bukan karena kita tidak mempunyai permohonan lagi. Bukaaan!!
Tapi karena kita terlalu bahagia dengan nikmat yang sudah Allah berikan pada kita saat itu. Kita terlarut dan jadi lupa diri. Lupa cara berdoa. Boro-boro mengucap syukur...

#AyoIntrospeksi
: Seberapa sering kita mengucap syukur sudah diberi kebebasan menghirup udara tanpa harus perlu beli Oksigen???

Sebaliknya, saat cobaan datang menerpa, kita mendadak jadi manusia yang supeeer alim. Sholat tepat waktu, khusyuk, ditambah sunnah, puasa, mengaji, datang ke acara keagamaan dan bla bla bla... yang ketika semua ibadah itu kita lakukan sekian lama tanpa sedikitpun ada tanda-tanda jawaban dari Allah, kita lantas kecewa. Merasa Allah tidak sayang pada kita. Padahal, mungkin justru Allah terlalu sayang pada kita, maka Allah tidak melepaskan kita dari cobaan itu. Bukankah Allah yang lebih tahu kapan saat yang tepat mengabulkan permohonan hambaNya? [Lagian, semisal Allah melepaskan kita dari cobaan itu, yakin kita tidak: cling... amnesia lagiii??]

#AyoIntrospeksi
: Seberapa cepat kita mengambil air wudhu ketika mendengar Hayya' Alash Shalaah berkumandang mengingatkan kita menghadap Allah? Seberapa 'tega' kita meninggalkan -- paling lama sepuluh menit tiap dua rakaat -- aktivitas yang sedang kita kerjakan untuk memenuhi panggilan Allah?

Jangan terlalu egois mengharap Allah cepat mengabulkan permohonan kita jika untuk memenuhi panggilanNya saja kita masih suka menunda!

...

Nikmat dan cobaan adalah bentuk dari ujian hidup yang harus kita sikapi dengan bijak. Bersyukur disaat bahagia adalah cobaan. Ikhlas disaat berduka adalah syukur.

-[]- 
Dedicated to my best friends @ AntiLog:
Thanks for all that we have shared