Tuesday, May 22, 2012
Belajar Ga Punya Hati...
Aku mo sok2an aahh kali ini,...
Mo bicara soal bizniz!
Di tempat kerjaku sekarang ini, boleh dibilang aku dikelilingi oleh para pengusaha; ato bahasa kerennya yang lagi ngetrend: Entrepreneur.
Nah, dari situ aku jadi mengenal beberapa tipe pengusaha. Sekarang perkenankan aku yang masih 'belia' (baca: bodoh) ini memilah beliau2-sang-pengusaha itu menjadi 3 bagian:
(note: pemilahan ini bukan dalam kriteria yang mutlak yaa...)
1. Pengusaha yang punya hati
Pengusaha jenis ini adalah pengusaha yang berhati baik. Artinya, dia ga melulu mikirin untung pribadi dalam menjalankan bisnisnya. Saat menjalankan bisnis, dia emoh ngrugiin rekan bisnis dan haram jelek2in lawan bisnis. Tapi jadinya dia bak MacOm alias Macan Ompong! Hampir semua yang bisnis bareng ma dia seringkali punya kecenderungan ngremehin dan ujung2nya manfaatin dia.
2. Pengusaha yang ga punya hati
Nah, pengusaha jenis ini adalah pengusaha yang punya banyak musuh. Licik, licin... tapi jenius! Jenius disini artinya dia punya banyak ide untuk memajukan perusahaan dan mendapatkan banyak keuntungan. Ga peduli ide itu sesat ato lurus: apapun caranya, hajar saja bleh! Biasanya pengusaha macem ini selain banyak musuh juga punya banyak pengikut. Pengikut2nya sama aja siy: ga punya hati juga. cos cuma mo aman dengan tetep ada deket2 si pengusaha --- ga peduli orang laen susah, asal sendirinya seneng: persetan dah!
Mengutip lagu Bento-nya bang Iwan: Persetan orang susah karena aku,... Yang penting asek, sekali lagi aseekk!!!
3. Pengusaha yang punya separo hati
Tiger!! punya pengaruh terhadap lawan dan rekan bisnis: garang tapi tetep punya hati.
Tipe pengusaha macem gini biasanya punya banyak temen tapi skaligus juga punya musuh lebih banyak daripada jenis pengusaha yang nomor dua.
Laah, iseng2 aku men-survey secara acak adul alias asal-asalan cos cuma ngliat sekelebat doang -- ga bener2 disurvey secara profesional,...
Ternyata dari sekian banyak beliau-sang-pengusaha yang ada di sekelilingku, tipe pengusaha yang nomor dua ini yang lebih banyak!!!
Aku jadi nyengir,... weeeyy, itu artinya aku banyak dikelilingi orang yang ga punya hati yaa...
Hehehe, jaman gene mana ada tempat buat orang baik yang pengen tetep bisa jalan lurus?
Lalu timbul pertanyaan:
Uhm, kalo aku pengen belajar bisnis biar jadi pengusaha, artinya aku harus belajar ga punya hati gitu?
Ya ampuunnn....
Saturday, May 12, 2012
Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (4 of 4)
Ali bin Abi Thalib
Para pemberontak meminta Ali menjadi
khalifah. Mereka akan melibatkan Ali dalam kasus berdarah ini. Tapi Ali dengan
tegas menolak pencalonan itu. Ia tahu fitnah sedang menyebar kemana-mana dan ia
tak sanggup mengatasi. Orang-orang lalu mendatangi Talhah. Tapi Talhah juga
menolak. Mereka mendatangi Zubair, tapi juga menolak.
Kemudian mendatangi Abdullah bin
Umar, juga menolak. Tak ada sahabat Nabi yang bersedia menjadi khalifah. Kalau
Ali yang mempunyai banyak keunggulan saja menolak, apalagi yang lain.
Tapi negara memerlukan seorang
pemimpin. Keadaan makin kacau. Ada
gejala tiap daerah akan membuat khalifah sendiri-sendiri. Bahaya besar telah
mengancam. Maka sekali lagi orang-orang mendatangi Ali. Juga para sahabat
terkemuka yang arif.
Dengan berat hati, Ali akhirnya
menerima jabatan menjadi khalifah. Masyarakat pun melakukan baiat, sumpah
setia. Pada masa itu, baiat merupakan cara pengangkatan sebagai khalifah.
Ali yang cerdas, jujur, adil, tegas,
dan penasihat utama pada Khalifah Abu Bakar dan Umar segera bertindak cepat.
Para gubernur dari keluarga Usman yang hidup mewah diganti. Semua patuh kecuali
Muawiyah, Gubernur Siria. Muawiyah menyusun pasukan untuk sewaktu-waktu
menghadapi serangan. Ia menuduh Ali berada di belakang pemberontak pembunuh
Usman. Baju Usman yang penuh darah diarak keliling dari kota ke kota untuk membakar emosi massa .
Singkat cerita, terjadi perang
saudara. Muawiyah dengan Ali. Pasukan Muawiyah terdesak. Segera Muawiyah minta
damai dan berunding, tapi dalam perundingan ini wakil Ali yang jujur dikibuli.
Pengikut Ali kecewa berat, bukan saja pada kelicikan Muawiyah tapi juga sikap
Ali yang mau berunding ketika sudah di ambang pintu kemenangan. Maka kelompok
yang kecewa ini memutuskan membunuh tiga orang yang terlibat perundingan yaitu,
Ali, Muawiyah dan Amr bin Ash.
Muawiyah dan Amr bin Ash lolos dari
pembunuhan. Namun Ali berhasil dibunuh pada dini hari ketika menuju masjid
mengimami shalat Subuh. Sepeninggal Ali, Muawiyah kekuasaannya dengan cara
kerajaan bahkan kekaisaran.
Kembali soal suksesi, Nabi Muhammad
tak memberikan petunjuk teknis. “Engkau lebih tahu tentang urusan duniamu,”
kata Nabi. Namun jika yang disebut demokrasi intinya partisipasi dan
emansipasi, maka sesungguhnya proses suksesi masa khulafaur rasyidin sudah
sangat demokratis.
[ABIS DAH!]
Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (3 of 4)
Usman bin Affan
Umar merasa hari-harinya sudah dekat
setelah peristiwa penusukan itu. Di tempat tidurnya ia membentuk suatu dewan
yang terdiri atas sahabat Nabi yang paling senior dan terpandang, mereka adalah
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf dan Saad bin
Waqas.
Dewan ini diminta agar memilih
khalifah dari salah satu diantara mereka sendiri. Ada yang mengusulkan agar seorang sahabat
besar yang santun dan dicintai Nabi bisa dimasukkan menjadi anggota dewan yaitu
Abdullah bin Umar. Tetapi Umar dengan keras menolak karena Abdullah adalah
putranya sendiri. “Cukup sekali saja dari keluargaku menjadi khalifah dan itu
sudah aku alami,” katanya.
Usman dan Ali merupakan calon kuat.
Waktu pemilihan, Usman memilih Ali dan Ali memilih Usman. Akhir pemilihan suara
untuk Usman lebih banyak dengan selisih tipis. Hasil pemilihan kemudian
diumumkan.
Anggota dewan melakukan baiat tanda
kesetiaan, diikuti seluruh masyarakat, maka Usman secara resmi menjadi
khalifah. Saat itu usia Usman cukup tua, 70 tahun.
Pada periode Usman yang berlangsung
sekitar 12 tahun, Islam berkembang pesat. Wilayah kekuasaannya sangat
menjangkau Asia dan Afrika. Pada jaman Usman ini Al Qur’an dibukukan.
Tapi di balik keberhasilan itu, mulai
tumbuh benih ketidakpuasan. Para gubernur banyak diangkat dari keluarga Usman,
maka timbul tuduhan nepotisme. Apalagi para gubernur itu hidup mewah, jauh
berbeda dengan periode Umar yang sangat ketat meneliti kekayaan pejabatnya.
Usman yang santun, lembut dan tua
tak bisa sepenuhnya mengontrol para gubernur dari familinya yang licin dan
lihai. Ia sering memanggil mereka dan menyampaikan ketidakpuasan rakyat. Tapi
para gubernur itu tidak ada yang berubah sikap. Kekecewaan masyarakat terus
berkembang.
Abdullah bin Saba ’
seorang Yahudi dari Yaman membakar kebencian masa dengan menunjukkan kelemahan
pembantu Usman. Di Mesir, Kufah, dan Basra
(Irak) rakyat jijik pada gubernurnya. Sebagian dari gubernur berperilaku
memalukan, seperti Wahid bin Uqba, Gubernur Kufah yang muncul di masjid dalam
keadaan mabuk. Gubernur Mesir ramai-ramai diusir massa.
Lalu 600 rakyat Mesir menuju
Madinah, di tengah jalan bergabung dengan rombongan dari Kufah dan Basra.
Mereka datang ke Usman menyampaikan keluhan. Usman berjanji akan meluruskan
bawahannya.
Rombongan pulang dengan lega. Tapi
di tengah jalan, mereka bertemu utusan khusus yang membawa pesan dari Marwan
kepada Gubernur Mesir agar rombongan ini nantinya dibinasakan semua. Marwan
adalah sekretaris kepercayaan Usman yang masih famili dekatnya, dikenal suka
mementingkan diri sendiri dan suka main intrik, menghidupkan semangat kesukuan.
Mengetahui surat itu rombongan tidak
jadi pulang dan kembali menghadap Usman, menuntut agar Marwan diserahkan. Namun
Usman tidak bersedia. Ali bin Abi Thalib menyatakan kepada mereka, belum tentu
surat itu benar-benar ditulis Marwan, bisa jadi orang lain yang sengaja
menghasut.
Tapi emosi massa sudah terlanjur
terbakar dan sulit dikendalikan. Usaha Ali mencegah terjadinya kekerasan tak
berhasil.
Rombongan mengepung rumah Usman
menuntut agar Marwan diserahkan. Sementara itu kerabat Usman meninggalkannya.
Usman yang tanpa pengawal sedang khusuk membaca Al Qur’an, tiba-tiba ada dua
orang Mesir menerobos masuk dan membunuh khalifah yang sedang mengaji. Darah
bersimbah di baju Usman. Kelak baju yang berlumuran darah inilah yang dijadikan
maskot Muawiyah menarik simpati massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib.
Usman
adalah khalifah yang tak sepeser pun mau menerima gaji, yang saleh, dermawan dan
lembut hati akhirnya wafat sangat mengharukan. Dari kematian Usman ini perang
saudara sesama muslim berawal.[Skali lagi] To be continued...
Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (2 of 4)
Umar Ibnu Khattab
Proses Umar Ibnu Khattab menjadi khalifah
berjalan mulus. Ia menggantikan Abu Bakar yang meninggal setelah memimpin
selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Abu Bakar jatuh sakit pada musim panas 634M.
Selama 15 hari hanya berbaring. Ia ingin suksesi tak meretakkan persatuan kaum
muslimin. Ia merasa, dari semua sahabat Nabi, Umar paling tepat menggantikan
dirinya. Namun dia tak mau memutuskan sendirian. Dipanggilnya para sahabat Nabi
yang terpandang. Mereka ternyata setuju Umar nantinya menggantikan Abu Bakar.
Kemudian Abu Bakar naik ke balkon rumahnya
dan berbicara kepada ummat Islam yang berkerumun di bawah. “Saya berharap
kalian semua bisa sepakat tentang calon pengganti khalifah. Saya bersumpah,
saya hanya ingin melakukan yang terbaik dalam perkara ini. Hemat saya, Umar bin
Khattab yang terbaik dan saya ingin mencalonkannya. Saya berharap keinginan
saya ini sama dengan keinginan kalian dan kalian dapat mengikuti keputusan
saya.”
Mereka serempak berkata: “Kami
mendengarmu dan akan mematuhi perintahmu.” Abu Bakar lalu memanggil Usman
dan mendiktekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya setelah
para sahabat utama dan masyarakat luas menerimanya.
Khalifah Abu Bakar meninggal Senin,
23 Agustus 634M. Shalat jenazah dipimpin Umar Ibnu Khattab kemudian dimakamkan
di sisi kubur Nabi yaitu di rumah di rumah Aisyah anak kandungnya yang juga
istri Rasulullah. Umar Ibnu Khattab langsung tampil sebagai khalifah tanpa ada
ketegangan maupun perdebatan.
Perlu diketahui, masyarakat muslim
Madinah saat itu tak mengenal budaya ewuh pakewuh seperti masyarakat kita
sekarang. Jika merasa setuju bilang “ya”, jika tidak setuju bilang “tidak”
tanpa sedikit pun rasa sungkan atau pakewuh, sekalipun ditujukan pada pejabat
tinggi.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering
rakyat jelata bisa langsung mengadukan persoalannya kepada gubernur bahkan
langsung khalifah tanpa rasa takut atau pakewuh.
Kondisi yang sehat dan terbuka
itulah yang terjadi ketika mereka secara aklamasi setuju atas kekhalifahan Abu
Bakar di gedung pertemuan dan setuju atas kekhalifahan Umar Ibnu Khattab ketika
Abu Bakar menawarkan dari balkon rumahnya.
Mereka menjadi khalifah jauh dari
kepentingan duniawi. Terbukti, mereka menjadi miskin setelah menjabat sebagai
khalifah karena takut pada harta negara masuk ke dalam perutnya.
Khalifah Usman dikenal kaya sebelum
menjadi khalifah, habis semua hartanya setelah menjadi khalifah.
Karena itu jangan bandingkan dengan
penguasa sekarang yang hidup dengan gaji, tunjangan dan fasilitas yang sangat memadai.
Di bawah kekhalifahan Umar bin
Khattab, masyarakat muslim memperoleh kemajuan pesat. Umar membangun jaringan
pemerintahan sipil tanpa ada contoh sebelumnya. Ia seorang khalifah yang kaya
dengan gagasan orisinal, amat menjunjung hak asasi manusia, tegas dalam
menegakkan keadilan dan sikap egaliternya luar biasa. Namun khalifah yang mudah
tersentuh dengan penderitaan orang bawah ini justru hidupnya berakhir dengan
tragis. Terbunuh.
Seorang budak majuzi bernama Feroz
menyelinap di tengah para jamaah yang akan melakukan shalat di Masjid Nabawi
Madinah. Ketika Umar datang hendak menjadi Imam, dengan cepat ia menyerang dan
menusuk Umar dari belakang. Tiga hari kemudian, khalifah yang luar biasa ini
wafat.
[masih] To be continued...
[masih] To be continued...
Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (1 of 4)
Suksesi
Sepeninggal Nabi
By: Nur Cholis Huda @Jalan Terpendek Menuju Tuhan
Di tengah maraknya perbincangan masyarakat
tentang calon presiden dan wakil presiden, maka sebagai tambahan pengetahuan
ada baiknya diketahui proses suksesi pada masyarakat muslim sepeninggal Nabi
Muhammad SAW.
Sebagai contoh kasus, dapat dikemukakan
suksesi pada zaman khulafaur rasyidin, empat khalifah utama sesudah wafat Nabi
yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.
Keempat
khalifah taman ini tampil secara berurutan. Nabi digantikan Abu Bakar,
digantikan Umar, digantikan Usman dan Ali naik menjadi khalifah dengan proses
berbeda.
Abu Bakar
Ketika
Nabi Muhammad wafat (632M), beliau tidak menyiapkan putra mahkota. Juga tidak
memberikan pesan poses pemilihan khalifah. Masyarakat muslim yang masih amat
muda harus memecahkan masa peralihan yang rawan di tengan masyarakat Madinah
yang banyak orang munafik dan ingin menelikung Islam dari belakang.
Ketika mendengar Nabi wafat, banyak yang tak
percaya. Umar Ibnu Khattab dengan suara lantang menyatakan, yang berkata Nabi
wafat adalah pembohong dan munafik. Menurut Umar, Nabi hanya pingsan, menghadap
Tuhan sebentar, nanti akan kembali.
Abu Bakar yang datang belakangan membuka
penutup wajah Nabi dan menciumnya. Setelah yakin Nabi wafat, dengan tenang ia
keluar dan mengumumkan kematian itu. “Barang siapa yang menyembah Muhammad,
maka beliau telah wafat. Barang siapa menyembah Tuhan, maka Tuhan selalu hidup
dan tak pernah akan wafat,” kata Abu Bakar. Lalu ia mengutip Qur’an Surat Ali
Imran ayat 144.
Umar gemetar mendengar Abu Bakar membaca
ayat itu karena menyadari kesalahannya. Masyarakat pun percaya kepada Abu
Bakar.
Di tengah rasa sedih yang mendalam dan belum
lagi jenazah Nabi dikebumikan, informasi datang kepada Abu Bakar dan Umar bahwa
kaum ansor (Muslim penduduk asli Madinah) berkumpul di balai pertemuan Saqifah
bani Syaidah untuk menentukan pengganti Nabi Muhammad sebagai pemimpin kaum
muslimin. Segera Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah menuju balai pertemuan itu.
Ketika mereka tiba, pertemuan hampir usai.
Saad bin Ubaidah akan diangkat oleh kaum Ansor sebagai khalifah. Tapi Abu Bakar
dan Umar tidak setuju, maka kelompok Ansor dan Muhajirin (kelompok yang hijrah
bersama Nabi) berada di tepi jurang perselisihan.
Kaum Ansor tetap berkeras khalifah harus
dari orang Ansor. Suasana mulai tegang, maka Abu Bakar yang santun tampil ke
depan.
Ia menyampaikan dengan rinci jasa kaum Ansor
terhadap Nabi dan Ummat Islam. Tapi dia juga menjelaskan betapa pentingnya
khalifah ini di pegang kelompok Muhajirin, bukan kelompok Ansor.
“Anda sekalian bisa memilih salah satu dari
dua orang ini,” kata Abu Bakar seraya menunjuk Umar dan Abu Ubaidah dan
menerangkan kelebihan masing-masing dengan rinci.
Spontan
keduanya menolak dan tak ada yang lebih tepat kecuali Abu Bakar sendiri. Umar
menerangkan kelebihan Abu Bakar secara rinci. “Bahkan Rasulullah ketika sakit
dan tak bisa menjadi imam, selalu menyuruh Abu Bakar mengimami kaum muslim,
kita pun bermakmum di belakangnya,” kata Umar.
Hadirin bisa diyakinkan Umar kemudian dia menyatakan
sumpah setia kepada Abu Bakar, diikuti semua muslmin, maka resmilah Abu Bakar
sebagai khalifah. Kemudian Abu Bakar menyampaikan pidato singkat padat yang
bersejarah itu.
To be continued...
Subscribe to:
Posts (Atom)