Saturday, May 12, 2012

Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (4 of 4)


Ali bin Abi Thalib

            Para pemberontak meminta Ali menjadi khalifah. Mereka akan melibatkan Ali dalam kasus berdarah ini. Tapi Ali dengan tegas menolak pencalonan itu. Ia tahu fitnah sedang menyebar kemana-mana dan ia tak sanggup mengatasi. Orang-orang lalu mendatangi Talhah. Tapi Talhah juga menolak. Mereka mendatangi Zubair, tapi juga menolak.

            Kemudian mendatangi Abdullah bin Umar, juga menolak. Tak ada sahabat Nabi yang bersedia menjadi khalifah. Kalau Ali yang mempunyai banyak keunggulan saja menolak, apalagi yang lain.

            Tapi negara memerlukan seorang pemimpin. Keadaan makin kacau. Ada gejala tiap daerah akan membuat khalifah sendiri-sendiri. Bahaya besar telah mengancam. Maka sekali lagi orang-orang mendatangi Ali. Juga para sahabat terkemuka yang arif.

            Dengan berat hati, Ali akhirnya menerima jabatan menjadi khalifah. Masyarakat pun melakukan baiat, sumpah setia. Pada masa itu, baiat merupakan cara pengangkatan sebagai khalifah.

            Ali yang cerdas, jujur, adil, tegas, dan penasihat utama pada Khalifah Abu Bakar dan Umar segera bertindak cepat. Para gubernur dari keluarga Usman yang hidup mewah diganti. Semua patuh kecuali Muawiyah, Gubernur Siria. Muawiyah menyusun pasukan untuk sewaktu-waktu menghadapi serangan. Ia menuduh Ali berada di belakang pemberontak pembunuh Usman. Baju Usman yang penuh darah diarak keliling dari kota ke kota untuk membakar emosi massa.

            Singkat cerita, terjadi perang saudara. Muawiyah dengan Ali. Pasukan Muawiyah terdesak. Segera Muawiyah minta damai dan berunding, tapi dalam perundingan ini wakil Ali yang jujur dikibuli. Pengikut Ali kecewa berat, bukan saja pada kelicikan Muawiyah tapi juga sikap Ali yang mau berunding ketika sudah di ambang pintu kemenangan. Maka kelompok yang kecewa ini memutuskan membunuh tiga orang yang terlibat perundingan yaitu, Ali, Muawiyah dan Amr bin Ash.

            Muawiyah dan Amr bin Ash lolos dari pembunuhan. Namun Ali berhasil dibunuh pada dini hari ketika menuju masjid mengimami shalat Subuh. Sepeninggal Ali, Muawiyah kekuasaannya dengan cara kerajaan bahkan kekaisaran.

            Kembali soal suksesi, Nabi Muhammad tak memberikan petunjuk teknis. “Engkau lebih tahu tentang urusan duniamu,” kata Nabi. Namun jika yang disebut demokrasi intinya partisipasi dan emansipasi, maka sesungguhnya proses suksesi masa khulafaur rasyidin sudah sangat demokratis.


[ABIS DAH!]

No comments:

Post a Comment