Usman bin Affan
Umar merasa hari-harinya sudah dekat
setelah peristiwa penusukan itu. Di tempat tidurnya ia membentuk suatu dewan
yang terdiri atas sahabat Nabi yang paling senior dan terpandang, mereka adalah
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf dan Saad bin
Waqas.
Dewan ini diminta agar memilih
khalifah dari salah satu diantara mereka sendiri. Ada yang mengusulkan agar seorang sahabat
besar yang santun dan dicintai Nabi bisa dimasukkan menjadi anggota dewan yaitu
Abdullah bin Umar. Tetapi Umar dengan keras menolak karena Abdullah adalah
putranya sendiri. “Cukup sekali saja dari keluargaku menjadi khalifah dan itu
sudah aku alami,” katanya.
Usman dan Ali merupakan calon kuat.
Waktu pemilihan, Usman memilih Ali dan Ali memilih Usman. Akhir pemilihan suara
untuk Usman lebih banyak dengan selisih tipis. Hasil pemilihan kemudian
diumumkan.
Anggota dewan melakukan baiat tanda
kesetiaan, diikuti seluruh masyarakat, maka Usman secara resmi menjadi
khalifah. Saat itu usia Usman cukup tua, 70 tahun.
Pada periode Usman yang berlangsung
sekitar 12 tahun, Islam berkembang pesat. Wilayah kekuasaannya sangat
menjangkau Asia dan Afrika. Pada jaman Usman ini Al Qur’an dibukukan.
Tapi di balik keberhasilan itu, mulai
tumbuh benih ketidakpuasan. Para gubernur banyak diangkat dari keluarga Usman,
maka timbul tuduhan nepotisme. Apalagi para gubernur itu hidup mewah, jauh
berbeda dengan periode Umar yang sangat ketat meneliti kekayaan pejabatnya.
Usman yang santun, lembut dan tua
tak bisa sepenuhnya mengontrol para gubernur dari familinya yang licin dan
lihai. Ia sering memanggil mereka dan menyampaikan ketidakpuasan rakyat. Tapi
para gubernur itu tidak ada yang berubah sikap. Kekecewaan masyarakat terus
berkembang.
Abdullah bin Saba ’
seorang Yahudi dari Yaman membakar kebencian masa dengan menunjukkan kelemahan
pembantu Usman. Di Mesir, Kufah, dan Basra
(Irak) rakyat jijik pada gubernurnya. Sebagian dari gubernur berperilaku
memalukan, seperti Wahid bin Uqba, Gubernur Kufah yang muncul di masjid dalam
keadaan mabuk. Gubernur Mesir ramai-ramai diusir massa.
Lalu 600 rakyat Mesir menuju
Madinah, di tengah jalan bergabung dengan rombongan dari Kufah dan Basra.
Mereka datang ke Usman menyampaikan keluhan. Usman berjanji akan meluruskan
bawahannya.
Rombongan pulang dengan lega. Tapi
di tengah jalan, mereka bertemu utusan khusus yang membawa pesan dari Marwan
kepada Gubernur Mesir agar rombongan ini nantinya dibinasakan semua. Marwan
adalah sekretaris kepercayaan Usman yang masih famili dekatnya, dikenal suka
mementingkan diri sendiri dan suka main intrik, menghidupkan semangat kesukuan.
Mengetahui surat itu rombongan tidak
jadi pulang dan kembali menghadap Usman, menuntut agar Marwan diserahkan. Namun
Usman tidak bersedia. Ali bin Abi Thalib menyatakan kepada mereka, belum tentu
surat itu benar-benar ditulis Marwan, bisa jadi orang lain yang sengaja
menghasut.
Tapi emosi massa sudah terlanjur
terbakar dan sulit dikendalikan. Usaha Ali mencegah terjadinya kekerasan tak
berhasil.
Rombongan mengepung rumah Usman
menuntut agar Marwan diserahkan. Sementara itu kerabat Usman meninggalkannya.
Usman yang tanpa pengawal sedang khusuk membaca Al Qur’an, tiba-tiba ada dua
orang Mesir menerobos masuk dan membunuh khalifah yang sedang mengaji. Darah
bersimbah di baju Usman. Kelak baju yang berlumuran darah inilah yang dijadikan
maskot Muawiyah menarik simpati massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib.
Usman
adalah khalifah yang tak sepeser pun mau menerima gaji, yang saleh, dermawan dan
lembut hati akhirnya wafat sangat mengharukan. Dari kematian Usman ini perang
saudara sesama muslim berawal.[Skali lagi] To be continued...
No comments:
Post a Comment