Saturday, May 12, 2012

Pesan Moral dalam Kehidupan Politik (3 of 4)


Usman bin Affan

            Umar merasa hari-harinya sudah dekat setelah peristiwa penusukan itu. Di tempat tidurnya ia membentuk suatu dewan yang terdiri atas sahabat Nabi yang paling senior dan terpandang, mereka adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Waqas.

            Dewan ini diminta agar memilih khalifah dari salah satu diantara mereka sendiri. Ada yang mengusulkan agar seorang sahabat besar yang santun dan dicintai Nabi bisa dimasukkan menjadi anggota dewan yaitu Abdullah bin Umar. Tetapi Umar dengan keras menolak karena Abdullah adalah putranya sendiri. “Cukup sekali saja dari keluargaku menjadi khalifah dan itu sudah aku alami,” katanya.

            Usman dan Ali merupakan calon kuat. Waktu pemilihan, Usman memilih Ali dan Ali memilih Usman. Akhir pemilihan suara untuk Usman lebih banyak dengan selisih tipis. Hasil pemilihan kemudian diumumkan.

            Anggota dewan melakukan baiat tanda kesetiaan, diikuti seluruh masyarakat, maka Usman secara resmi menjadi khalifah. Saat itu usia Usman cukup tua, 70 tahun.

            Pada periode Usman yang berlangsung sekitar 12 tahun, Islam berkembang pesat. Wilayah kekuasaannya sangat menjangkau Asia dan Afrika. Pada jaman Usman ini Al Qur’an dibukukan.

            Tapi di balik keberhasilan itu, mulai tumbuh benih ketidakpuasan. Para gubernur banyak diangkat dari keluarga Usman, maka timbul tuduhan nepotisme. Apalagi para gubernur itu hidup mewah, jauh berbeda dengan periode Umar yang sangat ketat meneliti kekayaan pejabatnya.

            Usman yang santun, lembut dan tua tak bisa sepenuhnya mengontrol para gubernur dari familinya yang licin dan lihai. Ia sering memanggil mereka dan menyampaikan ketidakpuasan rakyat. Tapi para gubernur itu tidak ada yang berubah sikap. Kekecewaan masyarakat terus berkembang.

            Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi dari Yaman membakar kebencian masa dengan menunjukkan kelemahan pembantu Usman. Di Mesir, Kufah, dan Basra (Irak) rakyat jijik pada gubernurnya. Sebagian dari gubernur berperilaku memalukan, seperti Wahid bin Uqba, Gubernur Kufah yang muncul di masjid dalam keadaan mabuk. Gubernur Mesir ramai-ramai diusir massa.

            Lalu 600 rakyat Mesir menuju Madinah, di tengah jalan bergabung dengan rombongan dari Kufah dan Basra. Mereka datang ke Usman menyampaikan keluhan. Usman berjanji akan meluruskan bawahannya.

            Rombongan pulang dengan lega. Tapi di tengah jalan, mereka bertemu utusan khusus yang membawa pesan dari Marwan kepada Gubernur Mesir agar rombongan ini nantinya dibinasakan semua. Marwan adalah sekretaris kepercayaan Usman yang masih famili dekatnya, dikenal suka mementingkan diri sendiri dan suka main intrik, menghidupkan semangat kesukuan.

            Mengetahui surat itu rombongan tidak jadi pulang dan kembali menghadap Usman, menuntut agar Marwan diserahkan. Namun Usman tidak bersedia. Ali bin Abi Thalib menyatakan kepada mereka, belum tentu surat itu benar-benar ditulis Marwan, bisa jadi orang lain yang sengaja menghasut.

            Tapi emosi massa sudah terlanjur terbakar dan sulit dikendalikan. Usaha Ali mencegah terjadinya kekerasan tak berhasil.

            Rombongan mengepung rumah Usman menuntut agar Marwan diserahkan. Sementara itu kerabat Usman meninggalkannya. Usman yang tanpa pengawal sedang khusuk membaca Al Qur’an, tiba-tiba ada dua orang Mesir menerobos masuk dan membunuh khalifah yang sedang mengaji. Darah bersimbah di baju Usman. Kelak baju yang berlumuran darah inilah yang dijadikan maskot Muawiyah menarik simpati massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib.
            Usman adalah khalifah yang tak sepeser pun mau menerima gaji, yang saleh, dermawan dan lembut hati akhirnya wafat sangat mengharukan. Dari kematian Usman ini perang saudara sesama muslim berawal.


[Skali lagi] To be continued...

No comments:

Post a Comment