Wednesday, January 19, 2011

Welcome to Our Club!

Saat itu blom genap staon sejak kepergian ayahanda. Kedekatanku dengan ayahanda acapkali menggiring hati untuk ga percaya bahwa ayahanda udah pergi untuk selamanya. Dalam kurun waktu yang relatif lama, aku masih aja ngrasa bahwa ayahanda cuma pergi ke luar kota [sperti yang sudah-sudah], dan bakal balik pulang ke rumah.
Sperti biasa, masih saja aku ngrasa pengen cepet pulang dan ketemu ayahbunda untuk nyritain segala rutinitas yang aku alami sehari itu kepada beliau berdua - hingga kemudian aku harus kecewa, karena sedetik berikutnya aku disadarkan oleh kenyataan bahwa ayahanda telah tiada.

Dan rasa kehilangan yang selalu berujung rindu masih terus membayangi. Pun yang terjadi siang itu.

[By the way, sblomnya perkenankan aku memperkenalkan dua sahabat terbaik yang aku punya: mbak Ratih dan Destina]

Di kantor. Siang itu sepi. Bapak-bapak konsultan yang brada satu ruangan dengan kami ga kliatan. Aku manyun tergeluti rasa rindu pada ayahanda. Mbak Ratih [yang meja kerjanya persis ada di sampingku] sibuk dengan laporan keuangannya. Desti yang duduk ga jauh dari meja kami, terlihat datang mendekat.

"Aku kangen ayahanda, Des..." jujurku lirih waktu Desti udah ada di sampingku. Desti diam ga langsung nanggepin.
"Aku masih pengen bisa ngrawat ayahanda..." lanjutku rada tersendat.

"Mbak,..." Desti motong,
"Dikau masih enak punya kesempatan ngrawat ayahanda. Nah aku?... boro-boro ngrawat,... ayahanda meninggal aja aku ga nungguin. Boro-boro nungguin, aku malah baru bisa pulang stelah ayahanda dimakamin. Dikau masih inget kan? Aku lagi sakit di Surabaya waktu ayahanda kritis di Kediri. Kok ya kebetulan banget pager-ku abis baterei, jadi kabar ayahanda ga ada, telat aku terima,"
"Aku skalipun ga pernah ngrawat ayahanda. Bukan lantaran aku ga mau, tapi lebih karena aku ga tega. Itu yang bikin aku nyesel banget. Andai aja aku bisa muter waktu,... Sumpah mbak, aku pengen bisa ngrasain ngrawat ayahanda skaliiii aja,..."

Mata kami berdua berkaca-kaca.

Tiba-tiba mbak Ratih yang sedari tadi diem bersuara,

"Kalian berdua masih mending!" luapan emosinya begitu kentara,
"Kamu Des, meski mungkin ga sempet ngrawat ayahanda, at least kamu 'kenal' ayahanda. Nah aku? Ayahanda meninggal waktu aku umur 1,5 taon. Aku ga pernah inget gimana rasanya punya ayah!!!"

crying
Kalimat mbak Ratih kami tutup dengan acara nangis berjamaah.
Siang yang gerah menjadi trasa smakin gerah. Tapi kebersamaan kami yang merasa senasib karena tak lagi berayah menghembuskan sejuk di hati kami masing-masing. Dalam tangis mengenang ayahanda kami saling melempar senyum.

Dalam bayangan konyolku siang itu, mbak Ratih dan Desti yang lebih dulu ngrasain kehilangan ayahanda ngrentangin tangan lebar nyambut 'kedatangan'ku: welcome to our club!!!
big hug



:|:|:
19 Januari 2011
Genap 10 tahun kepergian ayahanda








No comments:

Post a Comment