Friday, October 8, 2010

Little Story from CHandra - Part 2

DENPASAR. HARI KE-5.
PUKUL 10:45 WITA. [Masih] DI SALAH SATU SUDUT MALL BAGIAN PAKAIAN DALAM COWOK.


Rico mendekat ke arah CHandra yang lagi asyik memilih-milih kaos. Menyerahkan handphone CHandra, lantas memberi komentar pada kaos pilihan CHandra.
            “Keren tuh!”
            “Gimana?” tanya CHandra seraya menerima handphonenya tanpa menggubris komentar Rico.
            “Ya, terpaksa Heri ma Bagas yang besok dateng ke Perhutani. Lu gih telepon Heri! Dia butuh bahan dari lu untuk meeting besok!” jawab Rico ringan.
            CHandra mengedikkan bahu. Mengangguk-angguk, tapi tetap melanjutkan memilih kaos. Setelah merasa kaos yang ada di tangannya sesuai dengan seleranya, dia celingukan mencari pramuniaga counter.
            Dari kejauhan, pramuniaga counter yang melihat tingkah CHandra dan merasa sedang dicari, - tersenyum sambil berjalan mendekat.
            “Ada yang L ga, Mbak?” tanya CHandra sembari menyerahkan kaos pilihannya.
            Pramuniaga itu meraih kaos yang dipilih CHandra,
            “Sebentar ya” lanjutnya kemudian berbalik untuk mencari size yang CHandra maksud.

            Dalam waktu yang tidak lama, pramuniaga itu kembali menemui CHandra.

            “Maaf Mas, yang L kosong. Tinggal yang M”
            “Yang XL?” tanya CHandra.
            “Kosong juga” senyum pramuniaga itu ramah.
            Melihat CHandra ragu menimbang-nimbang, sang pramuniaga buru-buru melancarkan rayuan agar CHandra tidak batal membeli,
            “Dicoba aja, Mas. Ga banyak kok bedanya. Cuma 1 sentimeter lebih kecil dibanding yang L”
            “Tapi ga kekecilan tuh Mbak buat saya?” CHandra masih ragu.
            “Enggak deh kayanya. Lagian kan sekarang lagi nge-trend tuh yang body fit. Ga akan kekecilan-lah. Coba aja dulu” bujuk sang pramuniaga,
            “Itu, fitting-roomnya!” tunjuknya tersenyum manis.
            CHandra mengarahkan pandangan mengikuti arah yang ditunjuk sang pramuniaga. Bersamaan dengan itu handphonenya sekali lagi bergetar.
            Berkedip-kedip dengan nama Heri [lagi] di layar. Pasti mau minta bahan buat besok, batin CHandra yakin.

Pelaku pembicaraan beralih

            “Lu lagi!! Ada apa??” CHandra bernada sok terganggu.
            “Dah dapet underwearnya?” Heri membalas nada itu dengan halus.
CHandra bengong.
            “Lu jauh-jauh cuma mo nanya begituan?” herannya.
            “Gua kan perhatian ma elu CHan” suara Heri masih selembut tadi,
            “Kan tadi gua bilang kalo gua cinta lu nglebihin bini lu!” lanjutnya dengan tawa tertahan.
            “Setan! Ga lucu!” CHandra mengumpat di sela senyumnya nyadar dikerjain.
            “Huahahaha!” Heri tergelak puas.

            Sang pramuniaga – yang meskipun tidak tahu menahu permasalahan umpatan penuh gurau itu – jadi ikut tertular geli. Lantas – tanpa bermaksud mencuri dengar pembicaraan – dia dengan sabar menunggu CHandra selesai menelepon.



                 Dan kalau pada akhirnya CHandra membeli kaos itu, dia bersumpah itu murni lantaran terpaksa. ’Kecelakaan!!’: .... gara-gara Rico!!
                “Ga pa pa. Lu sekali-sekali pake yang body fit apa salahnya?” bujuk Rico tadi, “Badan lu cukup layak dipertontonkan kok!”
                Awalnya CHandra tidak menanggapi komentar itu. Tapi ketika lamat-lamat terdengar tawa cekikikan – yang ditilik dari ragamnya, tawa itu berasal dari kurang lebih tiga orang – CHandra menaruh syak.
                Dia ikuti pendengarannya mencari asal suara. Saat dia menemukan asal suara itu, seketika itu juga dia mendelik. Komentar Rico tadi ditanggapinya dengan tatapan protes.
                Rico nggak ngeh. Dia menanyakan arti tatapan itu dengan tatapan tanda tanya dan mengangkat bahu tak mengerti karena merasa tidak melakukan kesalahan.
                CHandra menjawab kesal ketidakmengertian itu dengan – secara tersamar – menggerakkan ujung mata dan kepalanya ke sebuah arah.
                Baru saja Rico setengah menoleh mengarahkan pandangannya ke arah yang diisyaratkan, sebuah suara bernada manja-menggoda terdengar,
                “Waaa, makin keliatan seksi deh pasti kalo pake baju ketat gitu!”
                Sekumpulan tawa pecah membahana. Bersamaan itu pula pandangan Rico tepat menancap di tempat yang diisyaratkan CHandra.
                Tahulah dia, tawa itu berasal dari sekumpulan ABG yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berada. Pandangan mereka yang tak terhalang membuat Rico dapat melihat dengan jelas bahwa mereka tengah memperhatikan postur tubuh CHandra yang memang cukup menarik. Mereka melakukan itu secara terang-terangan tanpa mempedulikan CHandra yang menyusut lantaran malu. Di sela tawa, mereka saling berbisik satu sama lain.
                Rico menggerakkan bola matanya – mengalihkan pandangan ke arah CHandra. Wajah CHandra – yang pada dasarnya memang pemalu – tampak tegang dan memerah.
                CHandra menahan nafas.
                Rico menahan tawa.
                “Seksi bo!!” olok Rico lirih ke arah CHandra sambil beranjak menjauh.
                CHandra menghela nafas.
                Rico menghela tawa.
                Pramuniaga yang dari tadi melayaninya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia melayangkan pertanyaan yang bagi CHandra lebih berupa todongan,
                “Saya tulis bonnya ya, Mas?”
                CHandra memaksakan diri untuk tersenyum dan mengangguk.

                Rico ngakak.

                Maka jadilah pagi itu, satu potong kaos terlipat rapi bertumpuk dengan sekotak underwear melengkapi kantong belanjaan CHandra.


    No comments:

    Post a Comment