Saturday, September 28, 2013

Belajar dari Pemulung


Ini cerita jaman perut masih buncit pas lagi hamil Izel:  jalan pagi selepas sholat Subuh --- seperti nasihat (hampir) semua orang --- supaya persalinan lancar.
Ada satu kejadian menarik suatu pagi. Tentang dua pemulung.
Flashback yaaah...
Dengan perut yang sudah teramat buncit, alhasil aku terpaksa jalan pelan-pelan. Alhasil juga, berkali-kali diduluin banyak orang yang juga lagi jalan --- termasuk pemulung perempuan yang usianya kira-kira 30-35 tahun.
Dari jarak kira-kira 5 meter sebelum gang kecil, aku ngliat pemulung itu mau belok. Tapi dia berhenti di mulut gang dan terlibat perbincangan dengan seseorang --- yang setelah aku berjalan mendekat, ternyata yang terlibat perbincangan dengan dia adalah seorang pemulung laki-laki berusia kira-kira 45-50 tahun.
Rupanya perempuan itu berniat mengais tempat sampah yang ada di gang tersebut. Tapi niat itu dia urungkan karena ternyata pemulung laki-laki itu sudah terlebih dulu mengais tempat sampah di sana.
Si pemulung laki-laki sebenarnya mau mengalah dengan menawarkan kesempatan pada perempuan itu untuk mengais 'rejeki' di tempat sampah yang sedang dia kais. Namun, pemulung perempuan itu menolak dengan halus dan hormat dengan mengatakan dia lebih baik mencari 'rejeki' di kampung sebelah.
Sempat terlibat perdebatan karena si pemulung laki-laki bersikeras 'menyerahkan rejeki'nya pada si pemulung perempuan. Dia menawarkan untuk bertukar tempat mencari 'rejeki'. Dia merasa kasihan jika si pemulung perempuan harus ke kampung sebelah --- yang artinya si pemulung perempuan itu harus berjalan memutar agak jauh menuju kesana. Namun pemulung perempuan itu lebih bersikeras lagi untuk tidak 'merebut rejeki' pemulung laki-laki itu.
Melewati mereka berdua, ada yang terlintas dalam kepala dan hatiku:
1. Benar kata orang-orang tua yang selalu menasihati anak-anaknya untuk selalu bangun pagi. Mereka bilang: "Bangun pagii,...biar rejeki kita ga dicaplok ayam!!!"
Note: seandainya pemulung perempuan itu datang lebih pagi, pasti dia yang lebih dulu punya kesempatan mengais tempat sampah itu. Sehingga dia tidak perlu cari tempat sampah di tempat lain yang lebih jauh.

2. Pemulung seperti mereka saja masih saling menghormati satu sama lain --- tidak serakah apalagi sikut-sikutan dalam mengais rejeki. Padahal di luar sana masih ada (bahkan mungkin banyak) yang meski sudah bergelimang harta tapi masih suka saling rebut menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rejeki.

Pagi itu, aku belajar dari pemulung!

-|[]|-

No comments:

Post a Comment